Ning Nawal: Hindari Penipuan dan Kejahatan, Perempuan Dituntut Kuasai Literasi Keuangan

SEMARANG – Perempuan sebagai “menteri keuangan” di lingkup keluarga, diharapkan dapat menguasai literasi atau pengetahuan terkait keuangan, khususnya dalam hal perencanaan. Sehingga, dia dapat mengelola keuangan keluarganya dengan lebih baik.

Hal itu ditekankan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah, Hj. Nawal Arafah Yasin,M.S.I (Ning Nawal), saat Webinar Edukasi Keuangan dalam Rangka Peringatan Hari Kartini, yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Tengah, secara daring, Senin (28/4/2025). 

Menurutnya, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia masih terhitung rendah. Berdasarkan laporan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK Tahun 2022, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen. Dan berdasarkan gender, indeks literasi keuangan perempuan masih dibawah indeks literasi laki-laki, di mana indeks literasi keuangan perempuan sebesar 36,13 persen, sementara indeks literasi laki-laki mencapai 39,94 persen. 

Bahkan, imbuh Ning Nawal, dalam sejumlah literatur, tingkat literasi perempuan berada pada level less literate, yaitu memiliki tingkat pengetahuan yang terbatas tentang sistem, lembaga, produk, dan jasa keuangan. 

“Perempuan mungkin tahu perbankan, dan tabungan. Tetapi, perempuan belum memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara kerja lembaga, produk, dan jasa keuangan serta manfaat dan risiko-risikonya. Sehingga, perempuan tidak banyak yang memanfaatkan sistem, lembaga, produk dan jasa keuangan untuk kepentingan kemandirian ekonomi dan keuangan perempuan,” bebernya. 

Ning Nawal menyampaikan, beragam tantangan yang mengakibatkan tingkat literasi keuangan perempuan masih rendah ketimbang laki-laki. Yakni, ketidakadilan gender yang dialami perempuan, seperti dihadapkan pada beban ganda bekerja dan mengurus rumah tangga, namun bukan pengambil keputusan utama, terutama pada urusan besar.

Tantangan berikutnya, jenis pekerjaan dan penghasilan perempuan yang rendah. Pada 2023, jumlah perempuan tenaga profesional di Jawa Tengah hanya sebesar 50,00 persen. Kemudian sumbangan pendapatan perempuan di Jawa Tengah masih dibawah angka nasional, yaitu hanya 35,21 persen. Angkatan kerja perempuan di Jawa Tengah juga masih jauh di bawah angkatan kerja laki-laki. Berdasarkan Profile Gender 2023, angkatan kerja perempuan hanya sebesar 58,31, sementara angkatan kerja laki-laki mencapai 83,74.

“Tantangan ketiga, adalah akses informasi dan pengetahuan keuangan yang rendah. Perempuan masih jarang mendapatkan kesempatan pelatihan-pelatihan terkait dengan keuangan. Perempuan juga sering menjadi target kejahatan terkait perbankan dan keuangan, seperti penipuan, pencucian uang, jeratan hutang online, kredit online ilegal, investasi bodong, peretasan/pencurian data, dan sebagainya,” ungkapnya.

Dengan kondisi tersebut, menurut Ning Nawal, literasi atau pengetahuan terkait keuangan, khususnya perencanaan keuangan, penting dan bermanfaat bagi perempuan. Di antaranya, mereka menjadi mandiri secara keuangan, karena tidak bergantung secara keuangan kepada pihak lain. Kemudian memiliki masa depan yang aman, karena memiliki perencanaan keuangan untuk hari tua atau pension, seperti memiliki tabungan, asuransi, investasi, property, dan sebagainya. Mereka juga memiliki kesempatan pengembangan diri yang baik, sebab mampu membiayai sekolah/pendidikan tinggi. 

“Yang lebih penting, mereka lebih siap terhadap perubahan kondisi ekonomi dan krisis, seperti kondisi ekonomi global saat ini, yaitu perang tarif antar negara maju yang berdampak ke perekonomian Indonesia termasuk UMKM,” katanya.

Ning Nawal menyampaikan, beberapa usaha dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi keuangan pada perempuan. Antara lain, memberlakukan kebijakan afirmasi dengan menjadikan perempuan sebagai target atau sasaran prioritas, khusus untuk program penguatan literasi keuangan. Kemudian memperluas pelatihan tentang sistem keuangan, pengelolaan keuangan termasuk pengelolaan keuangan keluarga dan UMKM/Koperasi, investasi, tabungan, serta perencanaan keuangan hari tua atau pensiun.

“Mereka juga mesti mendapat perlindungan dari kejahatan keuangan dan perbankan, seperti penipuan, pencucian uang, jeratan hutang, peretasan data, investasi bodong, pinjaman online ilegal, dan lain-lain. Juga meningkatkan kerja sama dengan organisasi-organisasi perempuan seperti TP PKK, Fatayat, Muslimat, Aisiyah, WKRI, dan lainnya untuk pelatihan-pelatihan literasi keuangan,” tandas dia.

Direktur Pengawasan OJK Jawa Tengah, Tisa Retnani menambahkan, dengan perkembangan teknologi saat ini, dunia terasa dalam genggaman. Karenanya, dibutuhkan literasi, pemahaman keuangan menjadi penting. Sehingga, para perempuan menjadi lebih cerdas dalam mengelola keuangan.

Dia mengibaratkan bapak sebagai kepala keluarga atau presiden, telah gigih mencari uang. Jika perempuan sebagai menteri keuangan tidak bisa mengelola dengan baik, apa yang sudah didapatkan tetap tidak akan cukup. Sebaliknya, jika keuangan dikelola dengan baik, bukan hal yang tidak mungkin apa yang diinginkan akan tercapai, meski ada keterbatasan anggaran.***

Scroll to Top